SIKKA-Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Dr. Andreas Hugo Parera (AHP) mengajak seluruh masyarakat Kabupaten Sikka untuk memperkuat kesadaran etis terhadap persoalan Hak Asasi Manusia (HAM). Ajakan tersebut disampaikan dalam seminar bertajuk “Masyarakat Sadar HAM Melalui Implementasi P5HAM” yang digelar di Aula Universitas Nusa Nipa (UNIPA) Maumere, Senin, 06/10/2025.
AHP di hadapan rastusan mahasiswa dan masyarakat peserta seminar mengatakan, pelangaran HAM adalah anomali dalam dinamika sosial. Itu ditandai dengan masih tingginya kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
Menurut AHP, beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya kasus pelanggaran HAM antara lain; masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang HAM, terutama pada kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah. Selain itu juga karena sikap masyarakat yang cenderung apatis terhadap persoalan HAM.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kondisi tersebut diperparah dengan belum optimalnya penegakan hukum oleh aparat penegak hukum terhadap kasus kasus tertentu yang masuk kategori pelanggaran HAM. Banyak kasus HAM yang terjadi, namun terkadang oleh aparat penegak berupaya diredam, dan akan ditindaklanjuti bila persoalan tersebut diviralkan di ruang publik melalui media sosial. Atau diistilahkan, ‘No Viral No Justice’
Terhadap kondisi tersebut, AHP berharap agar masyarakat lebih pro aktif memperkuat kesadaran terhadap kasus pelanggaran HAM di sekitar, termasuk memanfaatkan ruang digital sebagai bentuk kontrol terhadap upaya penegakan HAM.
Didominasi Kasus Kekerasan Seksual
Sementara itu, salah satu mitra diskusi seminar, Sr. Maria Imakulata, SH., yang juga Koordinator Tim Relawan Untuk Kemanusiaan Flores (TRUK-F) menegaskan bahwa pelangaran HAM bisa terjadi pada setiap orang.
Dari jumlah kasus yang diadvokasi TRUK-F kata Sr. Ika, kasus pelanggaran HAM di Kabupaten Sikka cenderung meningkat setiap tahun. Tahun 2022 sebanyak 111 korban, tahun 2023 sebanyak 94 korban dan tahun 2024 sebanyak 123 korban.
Dari jumlah tersebut kata Sr. Ika, kasus kekerasan seksual yang paling banyak terjadi. Diikuti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan KDRT serta kekerasan dalam pacaran.
Masih kata Sr. Ika, dari pengalaman TRUK-F, banyak kendala dalam penanganan kasus pelanggaran HAM antara lain; ketakutan dan beban psikologis dari para korban dan keluarga korban untuk terbuka. Selain itu, adanya perbedaan cara pandang antara penegak HAM dan pegiat HAM dalam penanganan kasus pelanggaran HAM.
Ke depan, Ia berharap kepada pemerintah baik pusat dan daerah serta seluruh masyarakat untuk lebih peduli terhadap pencegahan dan penanganan kasus pelanggaran HAM di Kabupaten Sikka.
Siap Berkolaborasi Dengan Kementerian HAM
Sebelumnya, Rektor UNIPA Maumere, Dr. Jonas K.G.D Gobang, S.Fil., MA., dalam sambutannya sebelum membuka kegiatan mengatakan, kegiatan tersebut adalah wujud nyata dari komitmen UNIPA sebagai sebuah ‘Kampus Berdampak’.
Pria yang biasa disapa Gery Gobang ini mengatakan, dampak terbesar dari sebuah kampus pendidikan bukanlah terletak pada gelar akademik, tetapi bagaimana ilmu pengetahuan menghasilkan sebuah peradaban yang lebih manusiawi. Oleh karena itu nilai nilai Penghormatan, Perlindungan, Pemenuhan, Penegakan, Pemajuan HAM (P5HAM) harus menjadi nafas dalam seluruf aktifitas akademik kampus.
Dikatakan, dalam dunia pendidikan, mahasiswa tidak hanya diajar untuk berpikir kritis, tetapi juga berempati dan menghargai martabat sesama. Dalam pengabdian kepada masyarakat, dosen dan mahasiswa tidak hanya hadir untuk memberi solusi teknis, tetapi juga harus menjadi pijakan keadilan sosial.
Sebagai ‘Kampus Berdampak’ UNIPA kata Gery Gobang, siap berkolaborasi dengan Kementerian HAM RI untuk mengintegrasikan Pendidikan HAM dalam kurikulum dan kegiatan mahasiswa. Dan juga menjadikan Kabupaten Sikka sebagai model pengembangan komunitas sadar HAM di Provinsi Nusa Tenggara Timur. (VT)
Penulis : Vianey
Editor : redaksi
Sumber Berita : edukes










