SIKKA, Malang benar nasib yang dialami Yonisius Yodison (Joni), warga dusun Wolotenda, Desa Dobo Nua Pu’u, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka. Bagaimana tidak, puluhan tanaman kakao produktif miliknya dibabat oleh kerabatnya sendiri. Akibat peristiwa itu, ia pun melapor ke pihak kepolisian.
Joni kepada media ini, Kamis, 16/10/2025 menuturkan, peristiwa tersebut terjadi pada Minggu 21 September 2025 sekitar pukul 15.00 Wita. Ia sendiri tidak berada di Lokasi kejadian saat peristiwa terjadi. Ia baru tahu setelah diberitahu oleh dua warga setempat Bernama Edi dan Rasi yang rumah mereka berada di dekat lokasi kejadian.
Dari informasi Edi dan Rasi, barulah ia tahu bahwa pelaku pengrusakan yangberjumlah 7 orang itu tak lain adalah kerabatnya sendiri yakni; SS, Aa, S, A, F. L dan seorang lagi yang tidak diketahui Namanya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Setelah mendapat informasi tersebut, ia bergegas menyampaikan ke salah satu kerabatnya bernama Didi. Didi kemudian meneruskan informasi tersebut ke kerabatnya yang lain yang bernama Tarsi. Ketiganyapun berkumpul di rumah Joni untuk berunding membahas persoalan tersebut.
Masih kata Joni, setelah ketiganya berunding di rumahnya, Didi lantas berinisiatif untuk menghubungi pihak Kepolisian Resort (Polres) Sikka melalui layanan telepon 110 untuk menginformasikan tentang peristiwa pengrusakan tersebut.
Sekitar 1 jam kemudian, datang petugas Babinkamtibmas dari Polsek Paga menemui ketiganya. Usai berbincang, mereka pun langsung menuju ke lokasi kejadian bersama Pejabat Desa Dobo Nua Pu’u. Usai itu, ia bersama Didi dan Tarsi langsung menuju Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Paga untuk melaporkan peristiwa tersebut.
Sayangnya, laporannya secara tertulis ke Polsek Paga tersebut tidak bisa ditindaklanjuti oleh karena lokasi tanah yang ia tanami kakao tersebut belum bersertifikat. Ia disarankan untuk meminta bukti kepemilikan tanah dari desa setempat.
Klaim Tanah Warisan
Disinggung soal status tanah tersebut, Joni menjelaskan bahwa tanah kebun seluas 7.500 M2 tersebut adalah warisan dari kakek dan neneknya yang bernama Moan Hemu dan Du’a Kleruk, yang kemudian mewariskan kepada anak mereka Fransiskus Siku dan isterinya Sensi yang tak lain adalah ayah dan ibu Joni.
Joni mengaku bahwa ia pernah dilaporkan oleh SS ke desa pada tanggal 1 Agustus 2025 terkait klaim kepemilikan tanah tersebut. Mediasi tersebut ditindaklanjuti dalam surat pernyataan.
Namun, pada tanggal 4 September 2025, SS, SY dan A masuk ke lokasi tanah kebun tersebut dan memetik buah kelapa di kebun tersebut tanpa sepengetahuannya. Selanjutnya pada Minggu 21 September 2025, SS dan para pelaku melakukan pengrusakan tanaman kakao miliknya tersebut.
Masih kata Joni, selama ini ia dan isterinya yang mengolah tanah kebun tersebut yang mereka tanami dengan tanaman kakao yang sekarang sedang dalam masa produktif. Ia mengaku heran, kenapa para pihak tidak mempersoalkan status tanah tersebut sejak dulu atau saat ia dan isterinya mulai menanami kakao 8 tahun lalu.
“Kakao itu saya dan isteri saya yang tanam. Hasilnya untuk kebutuhan hidup kami sehari hari. Lalu dari dulu dan pada waktu awal kami tanam 8 tahun lalu, kenapa tidak ada pihak yang keberatan. Lalu kenapa sekarang ada pihak yang malah merusak tanaman kami. Selama ini pajak tanah kami yang bayar,” ungkapnya.
Menurut Joni, jumlah tanaman kakao yang dirusak sebanyak 50 pohon. Saat ini tanaman tersebut sedang dalam masa produkti. Biasanya tanaman kakao tersebut ia panen 2 kali dalam setahun. Ia berharap pihak kepolisian bisa menindaklanjuti pengaduannya tersebut.
“Kami masyarakat kecil ini hanya berharap agar ada keadilan untuk kami. Kalau tidak mengadu ke polisi, kami mau mengadu ke siapa lagi,” ujarnya. (VT)
Penulis : Vianey
Editor : redaksi
Sumber Berita : hukrim










